Penulis Bukan Malaikat


Ada yang bertanya pada saya, "Benarkah jika ingin jadi penulis harus sempurna dulu akhlaknya?"

Saya tersenyum. Jika syarat untuk menjadi penulis mesti demikian, niscaya akan lebih sedikit lagi jumlah penulis di dunia ini. Jika syarat untuk berdakwah harus sempurna seperti Rasulullah, niscaya tidak akan ada da'i. Dan yang terjadi, kerusakan demi kerusakan di muka bumi ini.

Penulis bukan malaikat. Sewaktu-waktu bisa salah dan khilaf. Tetaplah menjadi manusia dan menulis untuk manusia.

Jadikan menulis sebagai sarana berbagi. Siapa pun boleh berbagi. Jika ada kebaikan di dalamnya dan orang lain terinspirasi, betapa itu akan menambah pundi-pundi kebahagiaan bagi penulisnya.

Tetapi di lain waktu, ia bisa menjadi pengingat diri. Seringkali ketika saya merasa jenuh atau malas, saya baca-baca lagi karya saya, seketika itu pula bangkit semangat saya. Ia seolah menampar-nampar pipi saya, mencambuk saya untuk segera bangun dan berlari. Bahkan, sebuah artikel saya yang dimuat majalah nasional pernah "menyelamatkan" saya dari titik nadir. Saat itu saya seperti berada di tepi jurang yang dalam. Berkali-kali saya baca tulisan saya itu. Saya menangis. "Saya tak boleh kalah. Saya sudah mengingatkan banyak orang, maka sudah seharusnya saya lebih keras mengingatkan diri sendiri."

Alhamdulillah, saya bisa melalui ujian itu. Benar, seorang penulis harus memiliki integritas. Apa yang ditulis, apa yang dia lakukan haruslah sama. Benar, menulis harus dengan hati, agar sampai ke hati pembacanya. Dan semua orang bisa melakukannya, karena setiap orang punya potensi kebaikan dalam dirinya. Yang diperlukan, hanya semangat untuk terus menjadi lebih baik.

Menulis justru bisa menjadi obat bagi penyakit hati, bisa menjadi katarsis bagi keburukan yang mungkin masih kerap kita lakukan. Saya teringat film Freedom Writers, kisah anak-anak brutal yang hidup dalam suasana kekerasan, yang menyaksikan keluarganya menjadi korban dan pelaku kekerasan, akhirnya bisa disembuhkan dengan terapi menulis buku harian. Mereka menuliskan semua yang berkecamuk dalam pikiran; yang membuat mereka sedih, marah, kecewa. Lalu mereka semacam menemukan diri mereka yang baru. Jiwa yang baru.

Untuk memberi, kita tidak harus selalu memiliki harta berlimpah. Menulis adalah memberi, apapun yang kita miliki; pengalaman hidup, ide dan pemikiran, kisah-kisah imajinatif yang kaya hikmah, ilmu yang baru saja kita dapatkan. Apapun. Menulis membuat jiwa kita kaya. Berlimpah kebaikan. Semoga dengannya, menjadi jalan menuju surga. (@rafif_amir)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Penulis Bukan Malaikat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel