Pemahat Kata-Kata


"Persoalan yang dihadapi setiap penulis adalah kredibilitas. Pada akhirnya, sastra tidak lebih dari sekadar pekerjaan tukang kayu. Menulis hampir sama sulitnya dengan membuat meja." (Gabriel Garcia Marquez, Nobelis Sastra)

Bagi saya, menulis lebih sulit dari membuat meja. Jika pahatan-pahatan kayu untuk sebuah meja diukur dan dihitung dengan logika, keindahan sebuah karya sastra justru berasal dari pahatan kata-kata yang dibentuk oleh jiwa.

Seorang yang tidak merasakan cinta, kata Buya Hamka, tidaklah mungkin dapat mengarang cerita percintaan. Seorang yang tak pernah merasakan kehilangan, tidaklah mungkin bisa mengisahkan perpisahan sehingga membuat pembaca berderai-derai.

Kata-kata yang dipahat oleh penulis adalah seni yang tak tertandingi. Ia adalah ekspresi jiwa yang telah mengalami pahit getir, asam manis kehidupan. Mengolah semua perasaan yang berkelindan menjadi untaian manikam kata yang indah bukan persoalan sederhana. Ia membutuhkan energi dan daya kreatif yang luar biasa.

Tapi tak cukup itu. Penulis juga harus mampu merasa apa yang orang lain rasakan. Sebagaimana nanti ia akan menghidupkan tokoh-tokoh dalam karya fiksinya. Karenanya, penulis membutuhkan lebih dari sekadar empati. Ia harus senantiasa mengasah kemanusiaannya, mengasah kepekaan nalurinya, agar setiap kata yang dipahat bisa menghunjam dalam di benak sanubari pembaca.

Bagaimana caranya? Jadilah pendengar yang baik. Jadilah tempat curhat yang baik. Lihat setiap peristiwa dengan perspektif yang berbeda-beda. Gunakan hati bukan pikiran.

Menangislah jika harus menangis. Tertawalah jika harus tertawa. Buatlah tulisan itu benar-benar hidup. Karena dengan cara itu, kata Ernest Hemingway, engkau telah memberinya keabadian.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pemahat Kata-Kata"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel