Menulis dari Hati


Cerita-cerita terbaik, kata Stacey Snider, mantan pemimpin Universal Pictures, berasal dari hati, bukan dari pikiran. Maka cerita-cerita terbaik pun kebanyakan lahir dari kisah nyata yang diracik dengan bumbu konflik yang apik. Bukan berarti cerita-cerita yang diolah imajinasi tidak baik, ia pun berpeluang menjadi cerita terbaik ketika sang penulis mampu mengolahnya dengan hati.

Cerita yang berasal dari pikiran akan terasa kering, karena ia tak mampu menjiwai setiap peran dan kejadian. Ia mengolah cerita itu berdasarkan teori-teori fiksi yang ia kuasai. Otaknya selalu berpikir bagaimana membuat cerita menarik seolah-olah ia sedang menyusun keping-keping puzzle.

Sebaliknya, cerita yang dimulai dari hati akan dapat membuat penulisnya turut merasakan getaran atau efek dari setiap pengisahan yang ia tulis. Ia menangis ketika sampai pada peristiwa sedih atau mengharukan. Ia tersenyum ketika sampai pada peristiwa yang membahagiakan, dan seterusnya. Ia benar-benar menjiwai setiap karakter tokoh, bahkan seakan-akan hidup dalam dunia fiksi yang sedang ia bangun.

Cerita yang berasal dari hati akan mampu memukau pembaca. Ia seolah-olah menyimpan rasa sang penulis yang kemudian akan ditransfer kepada pembaca melalui setiap kata yang tersusun dala cerita. Semacam energi yang berjejalin dari hati ke hati. Dan terbukti! sebuah cerita yang ditulis sambil menangis oleh penulis biasanya juga akan membuat banyak pembaca menangis. Begitu pun cerita yang ditulis sambil tersenyum atau sambil marah akan memberikan efek serupa pada pembaca. Begitulah kekuatan sebuah cerita: ia bisa mengubah perasaan seseorang, bahkan  mengubah sifat dan karakter seseorang. Tergantung seberapa besar energi kejujuran dan ketulusan yang dipancarkan sang penulis ketika ia menulis sebuah cerita.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Menulis dari Hati"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel