Buku dan Stabilo
Setiap
keluar rumah apalagi keluar kota, hampir selalu saya membawa buku dan stabilo.
Buku tentu saja untuk dibaca. Sedangkan stabilo untuk menandai hal-hal penting
yang telah saya baca.
Ketika
menemukan quote yang menarik, kata-kata dengan diksi yang indah, atau sebuah
kalimat yang sarat makna, saya menandainya dengan stabilo. Ini untuk
mempermudah, ketika nanti saya menulis review buku di blog. Jika saya lupa,
saya tak perlu membaca lagi secara keseluruhan, cukup membolak-balik halaman
dan menemukan kalimat-kalimat yang sudah ditandai dengan stabilo.
Manfaat
lainnya adalah, hal-hal penting yang saya beri tanda dengan stabilo seringkali
menginspirasi saya untuk membuat sebuah tulisan. Terkadang saya jadikan kalimat
pembuka, atau pemantik ide secara keseluruhan. Tak jarang, dari satu buku yang
saya baca, lahir belasan tulisan dengan tema-tema segar.
Karena
memang, saya tidak sembarangan dalam memberi tanda dengan stabilo. Meski
mungkin kalimat-kalimat dalam buku tersebut menarik bagi orang lain, tetapi
kalau itu bukan sesuatu yang asing bagi saya, maka tidak saya tandai. Sesuatu
yang keren itu, ketika saya baca dan membuat saya berkata “wow” atau “ini dia”.
Tidak harus
selalu sebuah pernyataan atau kalimat yang membuat saya menganggukkan kepala
pertanda setuju, sesuatu yang saya tidak setuju dengannya juga saya beri tanda
stabilo. Nantinya, saya akan membuat sebuah tulisan berisi argumentasi tentang
ketidaksetujuan saya.
Semakin
banyak coretan stabilo di buku yang saya baca, berarti semakin bagus buku
tersebut. Buku bagus dalam pemahaman saya, adalah yang paling banyak membuka
ruang diskusi, meluaskan pemahaman, menyalakan inspirasi, dan menggerakkan.
Jika satu buku memenuhi syarat itu, pasti banyak coretan stabilo di dalamnya.
Stabilo menjadi
benda yang tak terpisahkan dengan buku yang selalu saya bawa kemana-mana.
Terkadang saya “heboh” jika stabilo saya hilang. Atau ketika membaca buku dan
sampai pada bagian penting tetapi stabilo tak ada.
Oleh
karenya saya menyiapkan stabilo di tas, di meja, dan satu lagi untuk saya
letakkan di saku kemeja. Sebab saya bisa membaca di mana saja, di segala
suasana. Sehingga sewaktu-waktu, stabilo pasti dibutuhkan.
Mengapa
harus stabilo? Sebenarnya tidak harus juga. Sekarang saya juga menggunakan
spidol warna-warni. Intinya, yang berwarna, agar semakin mudah ketika tanda
tersebut dicari. Kalau bolpen berwarna hitam, tentu akan sangat menyulitkan.
Karena teks buku umumnya hitam, mungkin kelihatan tapi samar.
Terkadang
saya juga menggunakan penanda buku yang berwarna-warni. Tapi itu tidak bisa
permanen. Kalau dilepas, hilang pulalah tandanya. Padahal saya ingin, hal-hal
penting yang saya tandai tetap ada ketika suatu saat saya membaca buku itu
kembali. Dengan adanya tanda itu, saya bisa membaca dengan melompat. Langsung
pada hal-hal penting yang dibicarakan.
Ketika ada
orang lain membaca atau meminjam buku saya, mereka juga akan melihat
kalimat-kalima yang diberi stabilo. Sehingga mereka tahu, bahwa kalimat itu
perlu mendapat perhatian lebih, perlu direnungkan, atau didiskusikan.
Saya sama
sekali tidak eman jikalau buku saya
penuh dengan coretan stabilo. Sebagaimana yang dirasakan beberapa pembaca lain.
Saya hanya eman kalau
lembaran-lembaran buku dilipat-lipat. Tetapi anehnya, saya kurang suka jika
saya membaca buku bekas yang sudah banyak coretan stabilo di dalamnya. Karena
hal itu membuat saya kesulitan memberi tanda baru. Atau setidaknya,
mempengaruhi saya dalam menentukan apakah kalimat itu penting atau tidak, untuk
kemudian saya menandainya. [rafif]
sumber gambar: hipwee.com
0 Response to "Buku dan Stabilo"
Posting Komentar