Hobi Menumpuk Buku, Tapi Malas Membaca



Boulard, seorang ahli hukum abad 18 asal Prancis, memiliki hobi menumpuk buku yang luar biasa. Ia begitu terobsesi dan tergila-gila dengan buku. Sehingga konon koleksi bukunya mencapai 600 hingga 800 ribu eksemplar.

Karena saking banyaknya, rumah yang ia tinggali tak lagi bisa menampung buku-buku itu. Maka ia pun berinisiatif membangun 6 rumah baru, khusus untuk tempat tinggal buku-buku koleksinya.

Begitu banyak biaya yang ia keluarkan, namun Boulard enggan untuk membaca buku-buku yang dibelinya itu. Ia merasa cukup puas hanya dengan memandangi satu persatu buku yang ia simpan. Ia membeli tidak untuk dibaca, melainkan hanya untuk mendapatkan kepuasan.

Cukup menarik kisah Boulard ini. Saya yakin beberapa orang di dunia juga mengalami. Hobi menumpuk buku, bukan membacanya. Ketika ada pameran buku murah atau obral buku besar-besaran, ia berburu bak kesetanan. Kalap dan khilaf. Memborong hingga berjuta-juta.

Ia merasa senang. Bahagia. Buku-buku itu disusun rapi dalam rak koleksi. Waktu berlalu, dan tak satu pun dari buku-buku itu disentuh, apalagi dibaca. Masih mulus, masih tersegel. Ketika ada pameran lagi, ia memborong lagi. Terus begitu. Hingga bukunya bertumpuk-tumpuk dan ia sangat menikmatinya.

Tapi ia tidak membaca.

Tumpukan buku itu telah cukup menyihirnya sehingga ia merasa sangat bangga, sangat senang hanya dengan memandangi deretan punggungnya di rak, atau covernya, atau label harga yang masih menempel di cover belakang.

Bagi sebagian orang, buku memang simbol prestise. Kebanggaan. Orang yang memiliki banyak buku identik dengan orang berilmu. Buku pun kerap dianggap simbol kekayaan. Banyak buku berarti banyak uang untuk membeli buku. Jika membeli buku yang dianggap masyarakat umum sebagai kebutuhan tersier saja sanggup, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menumpuk atau bahasa kerennya “mengoleksi” buku tanpa membacanya, barangkali tidak jauh beda dengan mengoleksi benda-benda antik atau benda seni. Para kolektor hanya bisa menikmatinya, tidak untuk memanfaatkannya. Semisal uang kuno, ya hanya bisa dipajang dan dipelototi sembari mengagumi nilai historisnya. Lukisan, dikagumi keindahan dan nilai seninya. Dengan cara seperti itu, sudah mendatangkan ekstase yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.

Mungkin, buku-buku yang tidak dibaca pun demikian. Beberapa buku memiliki desain cover yang keren, layout yang unik, hingga aroma kertas yang berbeda. Buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh terkenal atau buku-buku masterpiece pun memiliki kebanggaan tersendiri. Seolah telah menyimpan barang yang sangat berharga. Semua itu menjadi magnet bagi para kolektor. Apalagi buku-buku kuno dan langka. Selain nilai sejarah dan keantikannya, buku kuno juga bisa menjadi komoditas yang mahal harganya. Buku yang baru berusia 5 tahun pun, bisa berlipat-lipat harganya jika misalnya, pernah dibredel, kontroversial dan sudah tidak dicetak lagi, pengarangnya wafat dan di buku tersebut ada tanda tangan eksklusif darinya.

Nah, ini bisa menjadi alasan lain. Menumpuk buku untuk dijual kembali. Atau dijadikan investasi. Suatu saat dijual lagi jika membutuhkan uang atau harganya sedang naik di pasaran.

Kolektor buku bisa jadi memang bukan pembaca buku yang baik. Tetapi ia bisa merawat buku dengan baik. Sementara pembaca buku yang baik pada umunya juga kolektor buku yang hebat. Sebab mereka merasa nyaman jika membaca buku koleksi pribadi daripada meminjam. Jika mereka membaca banyak buku, otomatis mereka pun harus memiliki banyak buku. Selain untuk dibaca, mereka bisa memanfaatkannya sebagai referensi sewaktu-waktu. Atau bisa membuka perpustakaan kecil-kecilan.

Betapa menyenangkan jika punya banyak buku dan bisa membagi manfaatnya untuk orang lain. Mereka yang hobi menumpuk buku tapi tidak dibaca, bisa membagi manfaatnya dengan membuka taman baca atau perpustakaan. Sehingga banyak orang datang berkunjung dan menyerap banyak ilmu dari buku itu. Ia akan sangat berjasa, jika ilmu yang didapat oleh para pengunjung kemudian bermanfaat, menjadi inspirasi kebaikan dan berbuat baik.

Kalau Anda ingin menumpuk buku untuk membuat perpustakaan kecil-kecilan di rumah, atau sekadar koleksi yang dapat diwariskan pada anak-cucu, bisa menghubungi Cahaya Pustaka. Segala jenis buku, mulai baru sampai yang berusia satu abad, semuanya ada. Mulai harga seribu hingga jutaan. Mulai buku anak sampai filsafat, buku pelajaran hingga koran dan majalah lawas. 


sumber gambar: makezine.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "Hobi Menumpuk Buku, Tapi Malas Membaca"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel