Anak-Anak Lebih Rakus Membaca Buku

Dalam seminggu Safa sudah melahap 40 buku. Sementara saya baru membaca 25 buku dan 11 majalah dalam 20 hari. Dalam hal ini, tentu ia lebih unggul. Saya harus mengakuinya.
Saya tidak menyuruh, apalagi memaksa ia membaca sebanyak itu. Saya hanya menyodorkan ratusan buku ke hadapannya. Dan seketika itu juga, ia membaca dengan sangat rakus.
Buku-buku itu sudah saya seleksi. Dari koleksi buku-buku bacaan lawas yang saya miliki. Buku-buku anak keluaran Balai Pustaka, Penebar Swadaya, Gramedia, Angkasa, Bina Ilmu, dan lain-lain di zaman orde baru. Menurut saya, nilai-nilai moral yang disisipkan dalam buku-buku itu terasa sangat kuat. Jauh lebih kuat dari KKPK.
Buku anak yang ditulis oleh orang dewasa relatif lebih bagus dan kental pesan kebaikannya daripada buku anak yang ditulis oleh anak. Terang saja, karena mereka belum banyak mengecap asam garam kehidupan. Belum banyak menyerap ilmu hikmah dan kebijaksanaan. Malah, saya temui beberapa buku anak yang ditulis oleh anak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan moral. Maksudnya mungkin hiburan, tapi hiburan yang merusak.
Saya sudah tidak merekomendasikan KKPK buat anak saya. Mutu bacaannya harus naik kelas. Saya berikan beberapa novel karya teman-teman FLP dan beberapa novel terjemahan seperti Perpustakaan Ajaib-nya Jostein Gaarder, dan lain-lain.
Kadangkala ia mengambil sendiri buku yang ia sukai di rak koleksi saya. Tapi saya larang, ketika saya temui ia hendak membaca "Merahnya Merah" karya Iwan Simatupang. Ternyata ia sudah mengambil dan membaca karya Iwan Simatupang yang lain: Kooong. Tak apalah "Kooong" masih aman. Untuk berikutnya, saya mengharuskan ia izin dulu jika hendak membaca buku di perpustakaan pribadi saya.
Membaca bagi Safa sudah lebih dari sekadar hobi. Kalau sedang membaca, bisa lupa waktu, lupa makan, lupa belajar. Nah ini, yang tetap harus didisiplinkan. Membaca buku juga harus tahu waktu. Meski saya tidak pernah membatasi harus berapa jam atau berapa buku dalam sehari.
Berbeda dengan nonton tivi. Maksimal 1 jam tiap hari. Dan 2 jam di hari libur. Itu sudah termasuk main game atau nonton youtube di HP. Tapi sekarang Safa sudah tidak pegang HP. Sudah saya larang. Karena beberapa kali ia melanggar aturan. HP bagi anak adalah candu yang merusak. Kalau kecanduan buku, tidak apa-apa. Justru bagus, karena mencandui ilmu.
Sebenarnya, banyak anak yang bisa kecanduan buku. Rakus membaca buku. Tapi mereka kurang persediaan bahan bacaan. Ada yang banyak bahan bacaannya, tapi orang tuanya kurang memberi teladan. Orang tuanya tidak suka baca. Mereka ingin anaknya suka baca dan membelikan buku-buku yang mahal, tapi mereka sendiri malas baca buku.
Ketersediaan bahan bacaan harus diimbangi dengan keteladanan. Tanpa itu, mustahil anak-anak akan suka membaca. Apalagi, yang lebih sering ditunjukkan kepada mereka adalah asyiknya main gawai. Lalu anak-anak pun juga disodori gawai tanpa pembatasan. Tentu mereka senang.
Orang tua merasa lebih aman anaknya dititipkan pada gawai daripada buku-buku yang bermanfaat.
Sidoarjo, 20 Juli 2020

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Anak-Anak Lebih Rakus Membaca Buku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel