Puisi Ditulis dengan Darah Kalbu
"Puisi tidak ditulis dengan
tinta biasa," kata Abdul Hadi WM. "tetapi dengan darah kalbu."
Puisi adalah saripati dari pengembaraan batin penyair. Jika diibaratkan pohon,
puisi adalah daun yang hanya tumbuh jika getahnya ada.
Itulah yang membuat Martin Lings
tidak menulis puisi dalam waktu cukup lama. "Prosa bisa ditulis
berdasarkan apa yang telah dipikirkan," ungkapnya. "tetapi puisi
tidak demikian. Puisi memerlukan kondisi khusus dan suasana yang tepat dalam
menuliskannya."
Para penyair yang patah hati akan
menulis puisi tentang patah hati. Mereka yang sedang jatuh cinta, akan menulis
puisi cinta dengan begitu indah. Menulis puisi ibarat melukis dengan kata-kata.
Ia seperti sketsa ungkapan hati yang dituangkan dalam bentuk kata-kata.
Dengan demikian, apakah puisi
terbaik hanya lahir dalam kondisi-kondisi tertentu? Bisa juga kondisi itu kita
ciptakan, kita bayangkan, dan kita rasakan. Cobalah seolah-olah sedang patah
hati, bayangkan sedalam mungkin. Bisa jadi, puisi yang dihasilkan tak kalah
baiknya.
Bagaimana jika tidak bisa? Semua
orang tetap dapat menulis puisi. Tapi puisi itu mungkin tak memiliki rasa
apa-apa. Hambar. Sebab ia bukan saripati. Tak ada getahnya.
Sidoarjo, 22 Maret 2020
0 Response to "Puisi Ditulis dengan Darah Kalbu"
Posting Komentar