Mario, Pablo Neruda, dan Metafora
Saya butuh empat belas tahun, kata Antonio Skarmeta dalam prolog, untuk menggarap buku ini. Tentu saja bukan waktu yang singkat. Dalam rentang waktu itu, Mario Vargas Llosa telah menerbitkan 4 buku. Maka, lanjut Skarmeta, 14 tahun bukanlah rekor yang bisa dibanggakan.
Tapi, 14 tahun untuk melahirkan sebuah masterpiece, bagi saya adalah seperti perjalanan panjang menuju istana berlian. Tahun 1995, Il Postino sudah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa dan dari film-nya yang ditayangkan di seluruh dunia, Skarmeta meraup setidaknya 22 juta dolar. Sebuah capaian yang fantastis.
Novel ini memang memukau. Berkisah tentang kehidupan penyair peraih nobel sastra, Pablo Neruda dan seorang penggemarnya. Mario Jimenez, nama pemuda itu, yang saat bekerja di kantor pos mendapat tugas khusus mengantarkan surat untuk Pablo Neruda. Hanya untuk Neruda. Ia senang bukan main, yang membuat atasannya heran dan berkata, “Ia (Pablo Neruda) menerima berton-ton surat tiap harinya. Naik sepeda dengan tas penuh surat di punggung seperti mengangkut gajah di bahumu. Orang yang melayani jalur itu sebelum kamu jadi bongkok seperti unta ketika pensiun.” Tapi Mario tak mengubah raut muka cerahnya demi mendengar kata-kata itu.
Metafora dan Kisah Cinta Mario Jimenez
Neruda mengajarkan metafora kepada Mario, dan Mario bersungguh-sungguh mempelajarinya. Kalau kau ingin jadi penyair, kata Neruda, kau harus berpikir sambil berjalan. Kemudian ia melanjutkan, atau kau seperti John Wayne, yang tidak sanggup berjalan dan mengunyah permen karet pada saat bersamaan? sekarang berjalanlah menyusur teluk dan ketika kau mengamati gerak laut, cobalah kaureka metafora (halaman 32).
Berbekal metafora, Mario berusaha menaklukkan gadis pujaannya, Beatriz. Namun ada satu tantangan yang harus ia lalui, ibu Beatriz. Dan inilah narasi yang disuguhkan Skarmeta untuk menggambarkan bagaimana detik-detik Mario bertemu dengan ibu mertua: "Dengan menghafal sejumlah puisi Neruda, Mario siap menjalani tahap pertama rayuannya, yang telah ia rencanakan dengan sempurna, untuk menundukkan salah satu lembaga paling menyeramkan di Chile: ibu mertua. Suatu pagi ia berdiri di bawah tiang lampu di sudut dekat rumah Beatriz dan menampakkan kesabaran seolah-olah tidak sedang menunggu siapapun. Ketika melihat langkah Beatriz di pintu, ia melesat maju melafalkan nama gadis itu dan dengan demikian harus berhadap-hadapan dengan ibu si gadis, yang melihat Mario seolah-olah melihat seekor serangga, dan yang kemudian mengucapkan "Selamat Pagi" dalam nada suara yang tak punya arti lain kecuali "Enyahlah!"
Tapi Mario berhasil, meraihkan kesempatan jalan berdua dengan Beatriz untuk kemudian mengucurkan sejumlah metafora yang dihafalnya dari puisi-puisi Neruda. Suatu malam, saat si ibu mengintrogasi Beatriz dan gadis itu mengulang dengan persis kata-kata yang diucapkan Mario, si ibu marah besar. Semua pria yang mula-mula menyentuh dengan kata-kata, tukasnya, akan bertindak lebih jauh dengan tangannya sesudah itu. Apalagi sebagai penggemar Neruda, si ibu tahu, bahwa Mario memplagiat habis puisi-puisi Neruda. Beatriz berkeras, bahwa ibunya mengkhawatirkan terlalu jauh. Tapi si ibu, jauh lebih keras, ia ingin Beatriz menjauhi Mario dan untuk itu ia harus mengasingkan anaknya. Sayangku, katanya mencoba tetap lembut, sungai membawa batu dan kata-kata? apa yang dibawanya? Bayi! begitu si ibu memastikan.
Tapi cinta mereka tak terhalangi, ketika pada suatu malam perayaan kemengan Allende dari partai Komunis lalu Neruda ditugaskan sebagai duta besar di Prancis, Mario dan Beatriz bertemu. Kata-kata, pada akhirnya seperti kata si ibu, melahirkan seorang bayi. Mereka menikah dan begitulah seharusnya.
Novel ini juga merekam bagaimana keriuhan saat Neruda meraih penghargaan paling bergengsi, Nobel sastra. beberapa waktu setelah dengan perjuangan Mario berusaha memenuhi segala permintaan Neruda yang dikirim lewat telegram dari Prancis. Permintaan merekam bunyi lonceng hingga debur ombak Isla Negra.
Itulah puncak dari kegembiraan, sebelumnya semuanya berakhir dengan gelap. Sangat gelap. Neruda sakit parah sebelum menghembuskan nafas terakhirya dimana keadaan Chile begitu mencekam. Allende jatuh dan pemberontak menang. Mario, diculik.
Novel keren Skarmeta ini juga dilengkapi biografi singkat penyair Pablo Neruda dan pidato pertamanya yang cukup panjang, sesaat setelah menerima penghargaan sastra paling bergengsi itu. Sedikit akan saya kutip di sini:
Dan saya tulis lengkap, 4 paragraf terakhir dalam pidato nobelnya itu, yang tidak akan saya sensor satu hurufpun:
Tapi, 14 tahun untuk melahirkan sebuah masterpiece, bagi saya adalah seperti perjalanan panjang menuju istana berlian. Tahun 1995, Il Postino sudah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa dan dari film-nya yang ditayangkan di seluruh dunia, Skarmeta meraup setidaknya 22 juta dolar. Sebuah capaian yang fantastis.
Novel ini memang memukau. Berkisah tentang kehidupan penyair peraih nobel sastra, Pablo Neruda dan seorang penggemarnya. Mario Jimenez, nama pemuda itu, yang saat bekerja di kantor pos mendapat tugas khusus mengantarkan surat untuk Pablo Neruda. Hanya untuk Neruda. Ia senang bukan main, yang membuat atasannya heran dan berkata, “Ia (Pablo Neruda) menerima berton-ton surat tiap harinya. Naik sepeda dengan tas penuh surat di punggung seperti mengangkut gajah di bahumu. Orang yang melayani jalur itu sebelum kamu jadi bongkok seperti unta ketika pensiun.” Tapi Mario tak mengubah raut muka cerahnya demi mendengar kata-kata itu.
Metafora dan Kisah Cinta Mario Jimenez
Neruda mengajarkan metafora kepada Mario, dan Mario bersungguh-sungguh mempelajarinya. Kalau kau ingin jadi penyair, kata Neruda, kau harus berpikir sambil berjalan. Kemudian ia melanjutkan, atau kau seperti John Wayne, yang tidak sanggup berjalan dan mengunyah permen karet pada saat bersamaan? sekarang berjalanlah menyusur teluk dan ketika kau mengamati gerak laut, cobalah kaureka metafora (halaman 32).
Berbekal metafora, Mario berusaha menaklukkan gadis pujaannya, Beatriz. Namun ada satu tantangan yang harus ia lalui, ibu Beatriz. Dan inilah narasi yang disuguhkan Skarmeta untuk menggambarkan bagaimana detik-detik Mario bertemu dengan ibu mertua: "Dengan menghafal sejumlah puisi Neruda, Mario siap menjalani tahap pertama rayuannya, yang telah ia rencanakan dengan sempurna, untuk menundukkan salah satu lembaga paling menyeramkan di Chile: ibu mertua. Suatu pagi ia berdiri di bawah tiang lampu di sudut dekat rumah Beatriz dan menampakkan kesabaran seolah-olah tidak sedang menunggu siapapun. Ketika melihat langkah Beatriz di pintu, ia melesat maju melafalkan nama gadis itu dan dengan demikian harus berhadap-hadapan dengan ibu si gadis, yang melihat Mario seolah-olah melihat seekor serangga, dan yang kemudian mengucapkan "Selamat Pagi" dalam nada suara yang tak punya arti lain kecuali "Enyahlah!"
Tapi Mario berhasil, meraihkan kesempatan jalan berdua dengan Beatriz untuk kemudian mengucurkan sejumlah metafora yang dihafalnya dari puisi-puisi Neruda. Suatu malam, saat si ibu mengintrogasi Beatriz dan gadis itu mengulang dengan persis kata-kata yang diucapkan Mario, si ibu marah besar. Semua pria yang mula-mula menyentuh dengan kata-kata, tukasnya, akan bertindak lebih jauh dengan tangannya sesudah itu. Apalagi sebagai penggemar Neruda, si ibu tahu, bahwa Mario memplagiat habis puisi-puisi Neruda. Beatriz berkeras, bahwa ibunya mengkhawatirkan terlalu jauh. Tapi si ibu, jauh lebih keras, ia ingin Beatriz menjauhi Mario dan untuk itu ia harus mengasingkan anaknya. Sayangku, katanya mencoba tetap lembut, sungai membawa batu dan kata-kata? apa yang dibawanya? Bayi! begitu si ibu memastikan.
Tapi cinta mereka tak terhalangi, ketika pada suatu malam perayaan kemengan Allende dari partai Komunis lalu Neruda ditugaskan sebagai duta besar di Prancis, Mario dan Beatriz bertemu. Kata-kata, pada akhirnya seperti kata si ibu, melahirkan seorang bayi. Mereka menikah dan begitulah seharusnya.
Novel ini juga merekam bagaimana keriuhan saat Neruda meraih penghargaan paling bergengsi, Nobel sastra. beberapa waktu setelah dengan perjuangan Mario berusaha memenuhi segala permintaan Neruda yang dikirim lewat telegram dari Prancis. Permintaan merekam bunyi lonceng hingga debur ombak Isla Negra.
Itulah puncak dari kegembiraan, sebelumnya semuanya berakhir dengan gelap. Sangat gelap. Neruda sakit parah sebelum menghembuskan nafas terakhirya dimana keadaan Chile begitu mencekam. Allende jatuh dan pemberontak menang. Mario, diculik.
Novel keren Skarmeta ini juga dilengkapi biografi singkat penyair Pablo Neruda dan pidato pertamanya yang cukup panjang, sesaat setelah menerima penghargaan sastra paling bergengsi itu. Sedikit akan saya kutip di sini:
Bagi saya musuh-musuh puisi bukanlah siapa yang menjalani puisi atau yang menjaganya, musuh puisi adalah tidak utuhnya pemahaman dalam diri penyair.
Di kepala saya selalu saya pupuk pikiran bahwa penyair adalah orang yang sehari-hari menyiapkan roti bagi kita: tukang roti terdekat yang tidak membayangkan diri sebagai dewa.
Dan saya tulis lengkap, 4 paragraf terakhir dalam pidato nobelnya itu, yang tidak akan saya sensor satu hurufpun:
Tepat seratus tahun hari ini, seorang penyair murung dan cemerlang, yang putus asa dari segala jiwa hilang asa, menulis nubuat ini: "A l'aurore, armes d'une ardente patience, nous enterons aux splendides Villes". Saat fajar, bersenjatakan kesabaran yang berkobar, kita akan memasuki kota agung."Book Review #57. Review Il Postino. Akubaca, C1, 2002. 171 halaman. Karya Antonio Skarmeta
Saya percaya pada ramalan Rimbaud, sang ahli nujum. Saya datang dari daerah gelap, dari tanah yang terpisah dari negeri lain oleh kontur tajam geografisnya. Sayalah penyair paling tak dikenal dan puisi-puisi saya bercorak kedaerahan, pedih dan kuyub tersiram hujan. Tapi saya selalu percaya pada manusia. Tak pernah saya kehilangan harapan. Mungkin karena itulah saya berhasil melangkah sejauh ini dengan puisi saya dan juga panjii-panji saya.
Akhirnya, saya ingin menyampaikan pada mereka yang beritikad baik, pada para pekerja, para penyair, bahwa seluruh masa depan sudah diungkap dalam bait Rimbaud berikut: hanya dengan kesabaran membara kita akan menaklukkan kota agung, yang akan memberi cahaya, keadilan, dan martabat bagi segenap umat manusia.
Dengan demikian puisi tidak akan dilantunkan dalam kesia-siaan.
0 Response to "Mario, Pablo Neruda, dan Metafora "
Posting Komentar