Makrifat Daun-Daun Makrifat


Sebagai penyair, nama Kuntowijoyo mungkin kurang populer. Saya sendiri tak banyak tahu karya beliau yang berupa puisi kecuali buku kecil ini. Jika dibandingkan dengan kumcernya “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”, “Makrifat Daun-Daun Makrifat” memang terlihat tidak istimewa. Meski jika Anda membaca cover belakang, mungkin akan dibuat sedikit takjub. “Sajak-sajak ini adalah serbuan dari langit,” begitulah sinopsi dibuka. “Sajak-sajak ini adalah sebuah pemberontakan, pemberontakan metafisik terhadap materialisme.”  Dan Anda bisa dipastikan tak sabar membuka lembar demi lembar buku ini.

Kuntowijoyo cenderung beraliran realis, karena ia pun seorang sejarahwan yang hidup di atas realita, fakta, dan bukti-bukti imiah. Jadi wajar jika absurditas yang hendak dibentuknya, menurut saya, terkadang jauh dari sempurna. Seperti di halaman 31 dari buku ini: Aku mengundang makna/untuk melebur darahku jadi putih/sehingga mataku tidak  lepas dari keabadian.

Di beberapa puisi, Kuntowijoyo kurang memperhatikan rima, namun di puisi yang lain, terasa ada irama yang dipaksakan. Namun demikian, hampir semua makna dapat ditangkap dengan jelas dan mudah. Apalagi jika, puisi yang ia suguhkan, misalnya seperti di halaman 62: Suatu hari kutemukan/burung di sangkar termenung membungkam/aku bertanya dan dengan sedih dia mengatakan/mereka yang melupakan tuhan/tak berhak mendengar burung bernyanyi.

Rafif, 16 Februari 2015. 9.49 wib
Review Makrifat Daun-Daun Makrifat. Gema Insani Press,1995. 63 halaman. Karya Kuntowijoyo

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makrifat Daun-Daun Makrifat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel