Istri Kedua Itu Bernama Buku



Konon, Imam az-Zuhri adalah pembaca berat, sampai-sampai istrinya mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya kitab-kitab ini sangat menyakitkanku sebagai seorang istri, melebihi sakit hatiku bila dimadu dengan tiga orang istri."

Coba kita ulang kalimat terakhir: melebihi sakit hatiku bila dimadu dengan tiga orang istri. Masya Allah, seperti apa kecintaan Imam az-Zuhri kepada kitab-kitab itu sampai istrinya mengeluarkan pernyataan demikian.

Istri saya beberapa kali juga cemburu pada buku-buku yang saya baca, tetapi tidak sampai terlontar: lebih baik aku dimadu dengan tiga orang istri daripada dimadu dengan buku. Hehe. Itu berarti kecintaan saya pada buku dan intensitas saya membaca masih kalah jauh sama Imam az-Zuhri.

Atau sebenarnya, istri saya yang menyimpan cemburunya rapat-rapat?

Saya yakin, istri Imam az-Zuhri, istri saya, dan istri-istri lain yang memiliki kecemburuan sama paham bahwa kecintaan suaminya pada buku karena kecintaan mereka pada ilmu. Buku sama sekali tidak akan bisa menggantikan kedudukan dirinya. Apalagi perannya yang luar biasa selama ini.

Namun fitrah perempuan butuh perhatian. Jika ia merasa tak cukup mendapat perhatian, sementara ia melihat suaminya khusyuk bercengkrama dengan buku-buku, serta merta timbul rasa cemburu. Apalagi saat itu ia sedang butuh didengar, butuh teman bertukar perasaan. Andai buku itu berwujud manusia, mungkin sudah ditampar dan dijambak rambutnya.

Saya bersyukur belum ada satu pun buku yang menjadi korban kecemburuan istri saya. Paling banter hanya membuat aturan yang membuat saya agak jauh dari buku. Semisal membatasi jumlah buku yang boleh ada di meja kamar, memberikan batas wilayah untuk buku-buku yang bertebaran. Aturan itu berhasil saya terapkan di awal-awal, namun kemudian gagal dalam waktu kurang dari sebulan.

Sepertinya para istri yang cemburu dengan buku, perlu dididik untuk lebih mencintai buku. Ibarat istri pertama dengan madunya, jika sudah saling kenal dan akrab, mungkin kecemburuan sedikit berkurang.

Tapi jangan-jangan, justru setelah itu, ganti suami yang cemburu dengan buku-buku yang dibaca istrinya. Seperti pula yang saya alami. Saat istri saya begitu asyik membaca buku-buku Pidi Baiq. Dilan dan kawan-kawannya.

Tapi saya tidak kehilangan akal. Saya harus bisa menaklukkan rasa cemburu itu. Solusinya, saya membacakan buku itu dengan suara nyaring, di samping istri yang sedang berbaring dengan mata terpejam.

Referensi:"efisiensi waktu konsep islam" karya Jasiem M. Badr

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Istri Kedua Itu Bernama Buku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel