Agar Membaca Lebih Asyik dari Bicara



Sebagian besar orang bisa bicara berjam-jam tapi sedikit yang tahan membaca berlama-lama. Jangankan 1 jam, 15 menit saja sudah terasa bosan. Padahal membaca hanya membutuhkan peran mata, sedangkan bicara perlu kontak mata dan menggerakkan mulut sekaligus.

Silakan amati di sekitar kita. Orang-orang yang ngobrol berbusa-busa, berjam-jam seperti tak ada habisnya. Entah sudah berapa kata yang terlontarkan. Tapi ketika mereka diminta membaca, 5 halaman saja sudah mengeluh tak kuasa.

Andai ingatan seluruh manusia sekuat memory card, mungkin tak perlu ada buku dan aktivitas membaca. Tapi kenyataannya, manusia sangat terbatas daya ingatnya. Manusia juga tak bisa dengan mudah mendapatkan informasi yang berjuta-juta hanya dengan mengandalkan aktvitas bicara.

Maka, membaca menjadi sangat penting. Tidak hanya untuk meraup informasi dan ilmu pengetahuan, ia sekaligus melatih akal agar terus bekerja maksimal. Itulah sumber penemuan-penemuan yang membuat manusia sampai pada peradaban yang lebih baik.

Namun tantangannya, membuat aktivitas membaca menjadi sesuatu yang mengasyikkan layaknya bicara tidaklah mudah. Orang bisa ngobrol dengan durasi yang cukup lama karena mereka menemukan interaksi yang menyenangkan di dalamnya. Ada yang bicara, ada yang mendengarkan.

Hal lain, karena mereka menikmati keseruan dari kata-kata yang meluncur. Ada informasi penting dan berharga yang membuat audience tertarik. Ada cerita yang mengalir dan membangkitkan rasa penasaran.

Sebenarnya, semua itu juga bisa diperoleh dari aktivitas membaca. Seseorang bisa berpetualang dan menikmati setiap sensasinya melalui buku. Bahkan andai mereka tahu, membaca jauh lebih mengasyikkan.

Hanya saja memang, untuk sampai pada tahap ini perlu pembiasaan. Tak bisa serta merta. Tradisi lisan dan bicara pun ada karena pembiasaan yang bermula dari kebutuhan. Bersosial dan berinteraksi lewat lisan menjadi sesuatu yang tak terhindarkan.

Namun kita ingat, sebelum bahasa ditemukan, manusia pernah berkomunikasi dengan menggunakan isyarat. Dan sekarang, setelah teknologi berkembang semakin pesat, tradisi lisan semakin berkurang. Kita lebih banyak berkomunikasi melalui tulisan dengan gawai. Mulai aktivitas jual beli di toko online, ngobrol via chat, hingga membaca pesan panjang via surel.

Fenomena ini seharusnya membuat manusia lebih akrab dengan aktivitas membaca. Karena yang berbeda hanya alatnya, sarananya. Intinya sama: membaca.

Tetapi mengapa membaca buku terdengar kurang asyik dibandingkan membaca chat whatsapp? Barangkali jawabannya, seperti yang saya jelaskan di awal tulisan ini. Ada interaksi di dalamnya. Buku hanya berlaku satu arah. Buku tak bisa menangkap apa yang dipikirkan dan menjadi kegelisahan si pembaca. Buku pasif, sementara di whatsapp, penulis dan pembaca bisa saling berbalas pesan.

Jika membaca buku bisa dibuat interaktif seperti halnya ngobrol via lisan maupun via chat online, atau setidaknya, pembaca bisa mengekplorasikan opininya tentang buku yang ia baca dan ada audience yang menyimak, mungkin aktivitas membaca akan menjadi lebih mengasyikkan.

Dan saya memiliki beberapa gagasan mengenai itu. Pertama, dengan menggalakkan tradisi bedah buku atau diskusi buku. Gairah membaca akan lebih hidup, sebab buku yang telah dibaca nanti akan dikomentari bersama. Ada yang bicara, ada yang mendengarkan.

Kedua, dengan menulis review. Menulis review menjadi sarana untuk memuji maupun mencela kualitas sebuah buku. Penulis review bebas menumpahkan segala uneg-unegnya dari hasil pembacaan.

Ketiga, interaksi dengan penulis. Sapalah penulis meski sekadar mengucapkan terima kasih atas buku hebat yang telah ia tulis. Atau boleh juga melontarkan saran dan kritik secara langsung. Ini akan membuat kita lebih peduli terhadap apa yang telah kita baca.

Keempat, read aloud. Ternyata membaca buku dengan suara keras dan disimak oleh yang lain sangat bermanfaat. Tidak hanya oleh orang tua untuk anak-anaknya. Tetapi termasuk orang dewasa sekalipun. Selain memacu gairah bekerja, juga menigkatkan produktivitas dan tentu saja, menambah pengetahuan dan kekayaan bahasa.

Selain empat ini, saya yakin ada banyak cara lain menjadikan aktivitas membaca lebih asyik daripada bicara. Bukan karena introvert, tertutup, atau penyendiri. Lebih karena dengan membaca, segala pintu menuju cakrawala pengetahuan terbuka lebar.[rafif]

sumber gambar: dadangjsn.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

3 Responses to "Agar Membaca Lebih Asyik dari Bicara "

  1. iya dan kadang membacapun kadang tak mengerti apa yang dibaac dan gak mau baca sampai habis

    BalasHapus
  2. wah kalau saya lebih nyaman baca buku daripada baca chat hahah, karena udah terbiasa baca sejak dulu.

    BalasHapus
  3. Membaca buku sangat bagus untuk kita ketimbang terus menerus melihat layar handphone

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel