(Pe)nulis, Profesi atau Hobi?

Meski beberapa orang sudah membuktikan bahwa penulis bisa menjadi profesi yang menjanjikan, sebagian masih menganggap menulis tak lebih dari sekadar hobi, pengisi waktu senggang, coretan di kala iseng, hiburan di saat sendirian. Benarkah begitu? Kenyataannya memang demikian. Dari sekian banyak orang yang menulis, hanya segelintir saja yang dalam benaknya terpikir untuk hidup dari penghasilan sebagai seorang penulis.

"Hampir setiap penulis fiksi dan puisi yang pernah menerbitkan karyanya walau hanya satu kalimat," kata Stephen King dalam On Writing, "pasti pernah dituduh orang bahwa dia telah menyia-nyiakan bakat yang dikaruniakan Tuhan kepadanya." Mereka menganggap bahwa menulis adalah kerja yang sia-sia. Tapi di saat yang bersamaan mereka menyadari bahwa buku adalah jendela dunia. Bagaimana sebuah jendela bisa terbuka jika tak ada yang menciptakannya?

Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini jika kita tahu akan kemampuan dan potensi diri, kemudian mengembangkan kemampuan itu hingga pada taraf ahli. Justru, seseorang yang tahu dirinya punya potensi menjadi seorang penulis tapi tidak memanfaatkannya dengan baik, ia sedang menyia-nyiakan anugerah yang diberikan Tuhan padanya.

Menulis adalah kerja membangun peradaban, sama halnya seperti profesi lainnya semisal guru, dosen, peneliti, pejabat negara, atau politisi. Bisa dibayangkan sebuah dunia tanpa penulis, sebuah dunia tanpa buku, sebuah dunia tanpa perpustakaan, sebuah dunia tanpa kata-kata? ia akan suram dan sunyi. Bahkan, hancur.

Apalagi dengan menulis, tidak hanya berbagi kebaikan, tetapi juga bisa menjadi jalan meraih penghasilan. James Patterson, misalnya, yang meraup trilyunan dari novel-novelnya. Atau JK Rowling yang dari satu seri Harry Potter-nya menghasilkan milyaran rupiah hanya dalam waktu kurang 24 jam. Tak hanya itu, profesi turunannya pun atau yang berhubungan erat dengan dunia literasi tak kalah menjanjikan. Seorang penulis yang namanya mulai dikenal, ia sekaligus bisa menjadi trainer, penerbit, hingga penjual buku. Di Indonesia, Asma Nadia salah satu contohnya.

Jadi, jangan pernah menyepelekan profesi penulis, meski hampir tidak ada orang yang "berani" terang-terangan mencantumkan "penulis" di kolom pekerjaan di KTP. Dan banyak orang yang memandang sebelah mata profesi ini. Kalah mentereng dengan dokter, pilot, direktur, atau gubernur. Tapi penulis, bahkan, dengan kelihaian tangannya bisa menghancurkan atau membangun sebuah negara. Seperti Hitler dengan Mein Kampf-nya, Harriet Beecher Stowe dengan Uncle Tom's Cabin-nya, dan Theodor Herzl dengan Der Judenstaat.

Beberapa orang yang menjadikan menulis sebagai hobi mungkin tergerak hatinya setelah ini, untuk menjadikannya sebagai profesi, meski hanya sampingan. Tetapi ada pula yang tetap menjadikan menulis sebagai hiburan saja, tidak masalah. Ada juga yang tak berharap mendapatkan uang dari tulisan-tulisannya, karena ia sudah merasa sangat cukup dengan penghasilan dari pekerjaannya sekarang, juga tidak apa-apa. Semua berhak memilih jalannya sendiri-sendiri.

Tetapi jika kau merasa bahwa kau berpotensi besar menjadi penulis dan hidup dari menulis, mengapa tidak kau ambil pilihan itu. Dengan begitu, kau telah memilih jalan yang menghasilkan dua keuntungan: pekerjaan yang menyenangkan dan bermanfaat bagi orang lain, dan uang. Tapi yang terpenting, dengan itu kau telah membuktikan sebentuk syukur kepada Tuhan karena telah memaksimalkan potensi yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan itu berarti, kau tidak sedang melakukan kesia-siaan. (@RafifAmir)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "(Pe)nulis, Profesi atau Hobi?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel