Cerita di Balik Kepak Cahaya #1


Ketemu seseorang. Baru kenal. Katanya trainer. Konsultan pendidikan. Ngobrol ngalor-ngidul tentang kepenulisan. Dia ingin nulis buku, tapi gak pede. Saya kasi tipsnya.
Di tengah obrolan, ingin lihat buku karya saya. Saya tunjukkan "Kepak Cahaya". Ia bolak-balik dan lihat-lihat dalamnya. Sambil terus diskusi, saya lebih banyak jawab pertanyaan. Mirip interview.
Saat berpisah, ia bawa buku saya. Tanpa basa-basi. Tanpa say "thank you". Saya hanya bisa melongo. Tadi dia bilang hanya ingin lihat, tapi rupanya ingin melihat selama-lamanya.
Ya sudahlah, mudah-mudahan menginspirasi dia untuk menerbitkan buku pertamanya. Saya ikhlaskan.
Tidak sekali dua saya menemukan tipikal orang seperti ini. Wajar jika dia bukan penulis. Belum tahu rasanya perjuangan menerbitkan buku. Tapi kalau dia sesama penulis, kebangetan kali ya.
Ibu saya saja, ketika tahu buku pertama saya terbit, langsung telpon dan bilang mau BELI "Kepak Cahaya". Tapi karena ibu kandung sendiri, apalagi sebagian isinya terinspirasi dari beliau, tentu saja saya berikan cuma-cuma.
Sama orang lain pun begitu. Sering saya kasi gratis. Entah ketika ia berkunjung ke rumah, atau saat saya mengisi seminar atau pelatihan. Buku-buku yang saya terbitkan sebagiannya memang saya niatkan untuk dibagikan cuma-cuma.
Tapi kalau ketemu orang yang dengan pede bawa pulang buku saya, tanpa izin dan permisi seperti si "mas" tadi, ya saya hanya bisa melongo saja. Sambil mendoakan, semoga menginspirasi. Nanti pahalanya kan buat saya juga.
Sidoarjo, 30 Maret 2019

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Cerita di Balik Kepak Cahaya #1"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel