Mentakzimi Suami



“Diperlihatkan kepadaku neraka. Ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur (ingkar). Ketika ditanyakan, ‘Apakah mereka ingkar kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka ingkar kepada suaminya dan mengingkari kebaikan. Seandainya kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka setahun, kemudian ia melihat sesuatu (yang tidak menyenangkan) darimu. Maka, dia berkata, ‘Saya tidak pernah melihat kebaikan darimu sama sekali.” (HR. Bukhari)

Islam telah memuliakan wanita, mengangkat derajatnya, bahkan dijadikanlah nama surat dalam Alquran. An-Nisa’. Kewajiban-kewajiban seorang wanita, tugas sebagai seorang istri dan ibu pun sesuai dengan fitrah penciptaannya.

Dulu, wanita direndahkan, dianiaya, diperbudak tetapi kemudian Islam hadir untuk memberikan hak-haknya sebagai manusia. Di India, saat itu, jika ada seorang suami yang meninggal dunia, istrinya pun ikut dikubur hidup-hidup. Bangsa Jerman menjadikan istri-istrinya sebagai bahan taruhan di meja judi. Di Cina, jika istri-istri yang ditinggal mati suami dilarang untuk menikah lagi selama-lamanya. Di Sparte, seorang wanita boleh memiliki lebih dari satu suami. Undang-undang Romawi melarang wanita berbuat apapun sepanjang hidupnya, tak ubahnya bayi. Lebih aneh lagi, di Prancis tepatnya tahun 586 M, diselenggarakan satu pertemuan yang membahas apakah wanita layak dianggap sebagai manusia atau tidak? Lalu mereka memutuskan wanita adalah manusia tetapi manusia yang hina dan hanya diciptakan untuk menjadi pelayan bagi laki-laki.

Demikianlah, Islam hadir menentang itu semua. Islam menempatkan wanita pada derajat yang mulia. Bahkan dalam hadis disebutkan, surga berada di bawah telapak kaki ibu. Ibu menjadi manusia pertama yang harus dihormati, 3 kali lipat lebih tinggi dari penghormatan terhadap ayah. Disebutkan pula ridha Allah terletak pada ridhanya. Jadi tuduhan yang mengatakan bahwa Islam merendahkan wanita itu karena mereka belum mengenal Islam dengan benar.

Lalu bagaimana dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari tersebut? Seorang wanita muslimah memiliki perannya dalam keluarga, sebagai seorang istri sekaligus ibu. Islam telah mengatur hak-hak dan tanggung jawabnya. Seorang wanita sebagai ibu mendidik anak-anaknya, menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Menyusui dan menyapihnya selama 2 tahun. Seorang wanita sebagai istri wajib taat pada suami selama suaminya tidak memerintahkannya untuk berbuat maksiat kepada Allah.

Mengapa istri harus taat pada suami? Karena suami adalah qawwam, pemimpin. Kesalahan seorang istri menjadi tanggungjawab suami. Jika sang istri berbuat maksiat tetapi suami tidak mengingatkan, suami juga menanggung dosanya. Pemimpin bertanggungjawab penuh atas apa yang dipimpinnya. 
Seorang istri yang membangkang pada suami, harus diluruskan. Tetapi jika mereka ingkar, kata Rasulullah, ia akan menjadi penghuni neraka.

Di hadis lain yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Al-Hakim lebih tegas lagi menyebutkan, “Seandainya aku ingin menyuruh seseorang supaya sujud kepada seseorang yang lain, niscaya aku akan menyuruh wanita supaya sujud kepada suaminya.” Hadis ini dengan terang menjelaskan bahwa posisi suami adalah yang pertama harus ditakzimi oleh seorang istri. Dengan catatan tebal, selama ia juga mentaati Allah dan Rasulnya.

Ketaatan seorang wanita muslimah terhadap suaminya, adalah bukti ketaatannya kepada Allah dan RasulNya. Sebab Allah dan RasulNya pula yang memerintahkan untuk itu. Sebaliknya mengingkari suami adalah bukti pengingkarannya pada perintah Allah dan RasulNya.

Surga bagi seorang wanita selain melaksanakan kewajiban-kewajiban seorang muslimah, juga baktinya pada suami. Sehebat apapun ia beribadah jika ingkar pada suami, melupakan kebaikan-kebaikannya, maka surga masih jauh dari jangkauannya.

Wallahu a’lam

sumber gambar: bersamadakwah.net

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mentakzimi Suami"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel