Politik Itu Mulia



Politik (siyasah), menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, adalah suatu perbuatan untuk mencapai maslahat dan menghindari kerusakan, walau Rasul tidak menetapkannya dan wahyu tidak mengaturnya.

Ditinjau dari definisi ini, jelas sekali bahwa politik memiliki tujuan mulia. Politik tak seperti yang dihembuskan oleh sebagian orang: kotor, busuk, dan kejam. Apalagi mereka bahkan mengatakan bahwa politik bukan bagian dari dienul Islam. Sungguh pendapat demikian adalah pendapat yang merendahkan syumuliatul Islam.

Islam mengatur semua sendi kehidupan. Termasuk politik. Islam hadir dalam semua dimensi gerak manusia. Termasuk politik. Ketika kita membaca kembali sirah Rasulullah dan sejarah peradaban Islam, maka kita akan menemukan bahwa siyasah (politik) menjadi bagian penting dari setiap kemenangan. Misalnya, Rasulullah mengirim utusan-utusan untuk menemui Raja Habasyah, Raja Romawi, dan Raja Persia. Rasulullah juga mengadakan perjanjian dengan kafir Quraisy yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Ini semua adalah bagian dari siyasah.

Tetapi mengapa kemudian makna siyasah (politik) dibuat cemar? Sehingga orang-orang Islam pun menjadi tak peduli bahkan cenderung apatis terhadap politik. Seperti yang disampaikan Dr Muhammad Jamil Ghazi, musuh-musuh Allah tidak ingin Islam menguasai dunia. Sehingga kemudian dibuatlah jargon-jargon untuk memisahkan umat dari aktivitas politik. Seperti yang pernah dipopulerkan oleh Cak Nur: Islam Yes, Politik No!

Tegas sekali, jalan yang kita tempuh seharusnya: Islam Yes, Politik Yes! Sebab hanya dengan politik kita bisa meraih kekuasaan dan dengan kekuasaan kita bisa menciptakan sebanyak mungkin kemaslahatan. Jika Umat Islam abai pada urusan politik, maka kekuasaan akan jatuh pada orang-orang dzalim bahkan orang-orang kafir. Dan sejarah sudah membuktikan, ketika orang-orang dzalim dan kafir berkuasa, umat Islam dihabisi. Kita masih ingat perang salib, puluhan ribu orang Islam dibantai. Bahkan yang terdekat dan masih berlangsung, kita lihat di Myanmar bagaimana kaum Rohingnya dianiayai, diusir dari kampung halamannya.

Benarlah Muhammad Natsir, salah seorang negawaran sekaligus politisi yang saya kagumi. Beliau mengatakan: jika umat Islam sibuk di masjid maka akan dibiarkan, jika umat Islam sudah menguasai ekonomi mulai diawasi, dan jika umat Islam sudah masuk panggung politik maka akan dihabisi.

Sejak sebelum kemerdekaan, para founding fathers kita, para ulama kita menyadari bahwa politik harus hadir di tengah-tengah umat. Maka berdirilah PSI, hingga kemudian Masyumi. Mereka berjuang di konstituante, mereka ikut merumuskan dasar negara, mereka menentang komunis yang ingin merongrong negara. Bahkan hingga Masyumi dibubarkan, para ulama pejuang terus mencari wadah politik untuk menyelamatkan NKRI.

Maka hadirnya partai-partai Islam harus kita sambut dengan baik. Perjuangan mereka di parlemen tidaklah mudah. Godaan maksiat begitu besar, tapi mereka tak gentar. Saya bahkan bergidik ngeri, tak bisa membayangkan jika berada di posisi mereka. Mereka berjuang agar rancangan undang-undang yang bertentangan dengan Islam tidak disahkan. Apa yang terjadi jika orang-orang baik seperti mereka tidak hadir, dan kita tidak mau mendukungnya?

Saya mengatakan seperti ini bukan berarti saya tak mengakui bahwa ada sebagian dari mereka yang tergelincir, korupsi, dan lain sebagainya. Tetapi tidak kemudian hal ini kita jadikan dalih untuk tidak memilih saat pemilihan umum. Atau kita generalisir dan gebyah uyah bahwa semua politisi itu busuk. Jika Anda adalah politisi yang jujur dan mendengar hal demikian, tentu akan sangat menyakitkan. 
Seperti kata Ibnu Qayyim, politik itu mulia, para pelakunya yang tidak amanah yang menjadikan politik itu keruh. Jadi yang salah adalah mereka yang menghalalkan segala cara dalam berpolitik, bukan politik itu sendiri. Tidak mungkin kita mengatakan bahwa pisau adalah alat yang terkutuk karena ia dijadikan alat membunuh oleh seseorang. Padahal kita tahu, lebih banyak yang menjadikan pisau sebagai alat untuk kebutuhan memasak di dapur.

Berhatilah-berhatilah. Berpikirlah kembali dengan jernih. Jangan-jangan pandangan kita yang keruh tentang politik adalah tanda bahwa mereka (musuh-musuh Allah) itu telah sukses dengan propagandanya. Tak bisa dipungkiri, mereka juga menyusupkan intelijen ke dalam tubuh partai politik Islam. Dibuatlah mereka terpecah belah dirusaklah citranya, ditangkap atau bahkan kalau perlu dibunuhlah pemimpin-pemimpinnya. Mereka akan padamkan partai Islam itu dengan segala cara hingga mereka tak memperoleh simpati dari orang Islam sendiri, hingga mereka tergerus dan tumbang.

Jangan sampai kita menjadi tukang sorak dari kekalahan yang kita alami. Runtuhnya partai Islam adalah tanda kekalahan Umat Islam. Orba telah banyak mengajarkan kepada kita bahwa di bawah rezim yang dzalim, Umat Islam selalu menjadi korban. Peristiwa malari, pembantaian terhadap para kyai, pengajian-pengajian yang diawasi, mimbar-mimbar jumat yang dicekal, buku-buku yang dibredel. Tak cukupkah itu semua menjadi pelajaran bagi kita, memantapkan semangat kita, bahwa umat Islam harus menang. Dan kemenangan itu dimulai, dari merebut kekuasaan melalui jalur politik!

Pesta demokrasi tertinggi segera dimulai, tinggal menghitung minggu. Partai-partai sudah memanaskan mesin politiknya, termasuk partai-partai Islam. Jangan sampai kita salah pilih untuk kesekian kali. Gunakan hak pilih kita dengan baik dan hati-hati. Kita selamatkan partai Islam dari ancaman electoral threshold. Kita pilih calon-calon anggota dewan yang kita kenal ataupun kita yakini amanah, yang menjadikan partai Islam sebagai kendaraannya.

Sebab ini adalah pertarungan eksistensi. Jika partai Islam kalah dan tak ada kursi di parlemen, siapa lagi yang akan memperjuangkan suara umat Islam? Siapa lagi yang akan berteriak lantang menolak RUU yang mengebiri hak-hak umat Islam, RUU yang bertentang dengan susila dan nilai-nilai ketuhanan?

Kembali kita jernihkan hati. Memilih hanya sekali, tapi salah memilih penyesalannya akan abadi.[rafif]

sumber gambar: nu.or.id

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Politik Itu Mulia "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel